Kecelakaan Lion Air

( google )
Keamanan
berkendara dengan pesawat terbang adalah isu besar di Indonesia. Uni Eropa
bahkan pernah mencoret semua maskapai pesawat Indonesia pada 2007 agar berbenah
memperbaiki kualitas dan standar keselamatannya.
Sekalipun
Uni Eropa sudah mencabut blacklist, kualitas dan standar keselamatan
penerbangan di Indonesia seperti tidak banyak berubah. Senin pagi lalu, 29
Oktober 2018, pesawat Lion Air JT 610 Jakarta-Pangkal Pinang mengalami
kecelakaan dan jatuh di perairan Tanjung Karawang. Kasus itu menambah daftar
panjang kecelakaan penerbangan di Indonesia.
Bagaimana
rekam jejak data kecelakaan penerbangan selama ini? Apa yang dapat dibaca?
Tren
Kasus Masih Tinggi, Jumlah Korban Tak Sedikit
Komisi
Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mencatat 317 kasus kecelakaan
penerbangan telah terjadi selama satu satu dekade terakhir (2007-2017). Jika
dirata-rata, ada 28 kasus kecelakaan penerbangan terjadi setiap tahunnya di
Indonesia.
Jumlah
itu jelas tidak sedikit. Trennya pun cenderung naik. Jika memakai contoh,
perbandingan rataan kecelakaan penerbangan periode 2007-2010 dengan 2014-2017,
kenaikannya kentara. Antara tahun 2007-2010 kecelakaan penerbangan berkisar 20
kasus/tahunnya. Sementara, tahun 2014-2017 rataan kasusnya telah menjadi 35
kasus/tahun.
Infografik
Periksa Data Kecelakaan Pesawat di Indonesia
Tahun
2016 tercatat menjadi tahun dengan jumlah kecelakaan penerbangan terbanyak
dalam dekade terakhir. Sebanyak 45 kasus telah terjadi pada tahun itu. Angkanya
juga hampir dua kali lipat rataan kasus kecelakaan penerbangan terjadi setiap
tahunnya di Indonesia.
Selama
satu dekade itu pula, 572 nyawa melayang dan menjadi korban kecelakaan
penerbangan. Tahun 2007 dan 2014 menjadi catatan paling buruk. Sebanyak 125
nyawa menjadi korban kecelakaan penerbangan pada 2007 dan 169 orang
meninggal/hilang pada 2014.
Artinya,
kecelakaan penerbangan memang terbukti dapat memakan korban jiwa yang besar.
Larangan maskapai pesawat Indonesia masuk ke wilayah Eropa pada 2007 tentu berkaitan
dengan isu tersebut.
Infografik
Periksa Data Kecelakaan Pesawat di Indonesia
Lantas,
apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa kecelakaan penerbangan dapat terjadi? KNKT
dalam rilisan Data Investigasi Kecelakaan Penerbangan Tahun 2010-2016 (PDF) menyebut
bahwa mayoritas utama penyebab kecelakaan penerbangan terjadi karena faktor
manusia (67,12%).
Selain
faktor manusia, ada beberapa faktor penyebab lain yang menjadi faktor pesawat
celaka. Namun, persentasenya lebih kecil. Faktor teknis, misalnya, menyumbang
15,75 persen kecelakaan. Begitu juga faktor lingkungan yang membuat 12,33
persen kasus dari periode sepuluh tahun itu.
Infografik
Periksa Data Kecelakaan Pesawat di Indonesia
Faktor
human error seperti menegaskan bahwa peralatan canggih dan mutakhir pun tidak
menjamin nir-kecelakaan dalam penerbangan. Kasus pesawat Adam Air jatuh di
perairan Sulawesi Selatan pada 2007 dapat menjadi bukti. Hasil investigasi KNKT
(PDF) memberi kesimpulan akhir bahwa penyebab kecelakaan adalah kesalahan
pilot.
Laporan
menyebut pesawat yang berakhir di laut itu bermula dari keteledoran kedua pilot
pesawat. Mereka tidak sadar pesawat telah kehilangan kendali karena kesalahan
memasukkan kode instrumen pengendali otomatis. Awalnya, mereka berusaha
memperbaiki kerusakan pada sistem navigasi atau IRS.
Faktor
manusia semakin penting kala memperhatikan jenis kecelakaan pesawat. Sebagai
contoh, dalam catatan KNKT 2017 (PDF) dari semua jenis kecelakaan pesawat,
runway excursion (38,89%) menjadi penyumbang utama, di atas faktor-faktor
teknis (system/component failure atau malfunction non-powerplant, controlled
flight into terrain, dan lainnya).
Runway
excursion adalah situasi pesawat yang mengalami peristiwa keluar landas pacu.
Maka dari itu, pilot yang andal dan mampu menguasai keadaan lapangan harus jadi
perhatian dalam memberi jaminan keselamatan.
Infografik
Periksa Data Kecelakaan Pesawat di Indonesia
Low
Cost Airline?
Sorotan
soal low cost airline atau maskapai penerbangan murah seperti Lion Air seakan
berkait-kelindan dengan kecelakaan. Saat sebuah pesawat celaka dan pesawatnya
masuk dalam kategori penerbangan murah, seakan-akan ada pembenaran: wajar
kecelakaan terjadi, harganya toh murah.
Lansiran
berita beberapa media asing tidak berselang lama setelah kecelakaan pesawat
Lion Air JT 610 semakin menegaskan stigma yang ada. Kantor Associated Press
misalnya menulis dengan judul “Indonesian airline whose plane crashed a
low-cost high flyer” Berita senada turut diturunkan oleh Washington Post.
Sementara
itu, berita dari Quartz diberi judul “The Lion Air crash is a throwback to
Indonesia’s scary aviation record”. Sorotannya tidak jauh berbeda, seputar
jaminan kualitas keselamatan penerbangan. Begitu pula beberapa berita lainnya.
Sulit
menunjukkan hubungan langsung antara harga tiket dan soal keselamatan. Namun
begitu, maskapai penerbangan yang paling aman cenderung menjadi maskapai yang
relatif lebih mahal dalam urusan tarif. Hal itu tampak terlihat dalam nama-nama
maskapai dalam Jacdec Airline Safety Ranking 2018.
Pada
akhir 2014 lalu, pemerintah Indonesia melakukan aturan baru yang mendorong
kenaikan harga tiket ekonomi. Kebijakan itu berangkat dari pandangan agar ada
peningkatan kualitas operasional maskapai penerbangan. Pemerintah berpandangan
bahwa kenaikan harga semestinya dapat dimanfaatkan oleh maskapai penerbangan
sehingga berujung pada peningkatan keselamatan lalu lintas penerbangan.
Di
sisi lain, pengalaman bahwa maskapai pesawat Indonesia yang pernah ditangkal
oleh Uni Eropa semestinya jadi pelajaran. Meski penangkalan itu kini telah
dicabut, kecelakaan penerbangan ternyata masih terjadi dengan korban jiwa tak
sedikit pula. Artinya, dunia penerbangan Indonesia masih belum memperbaiki
kualitasnya.
![]() |
| ( google ) |
Keamanan berkendara dengan pesawat terbang adalah isu besar di Indonesia. Uni Eropa bahkan pernah mencoret semua maskapai pesawat Indonesia pada 2007 agar berbenah memperbaiki kualitas dan standar keselamatannya.

Tidak ada komentar